25 May 2012

Windows VS Linux | Haram VS Halal

kenapa saya pakai windoes?
1. mudah karena terbiasa waktu di sekolah
2. gratis walau harus nanggung dosa di akhirat
3. banyak virus jadi kudu usaha extra untuk melindungi data
4. tampilannya bagus jadi kudu nambah RAM biar gak ngos2an

Kenapa saya tidak suka linux?
1. Sulit digunakan karena ga terbiasa, toh waktu sekolah pakainya windoes
2. sebenernya ga gratis,,kudu ada akses internet biar ga ketinggalan teknologi linux, secara teknologi linux 5 tahun lebih maju ketimbang windoes, jadi kudu uptodate biar ga gaptek
3. sedikit virus jadi konsumen yang ngeluh sedikit, nanti ane dapat makan darimana kalo konsumen sedikit
4. tampilannya jelek ah...kurang menarik...soalnya ane ga jaso desain jadi tinggal pakai aja deh ngapain di ubah2 kayak ga ada kerjaan aja huftt.

celotoh masa kini
"Pilih Neraka atau Surga?"

Indonesia Go Open Source :)
-------------------------------------------------------------
Mohon maaf buat temen yang beraga non islam. disini saya akan membawa FATWA MUI tentang tindakan pembajakan software
------------------------------------------------------------

Fatwa ini sudah dikeluarkan lama, yakni pada tanggal 28 Juni 2005 yang berkaitan dengan PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI). Kami tambahkan di blog ini sebagai pengingat (terutama diri kami pribadi) bahwa dalam Islam, perbuatan menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerah-kan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram (seperti yang termuat dalam Fatwa MUI tersebut).


Namun demikian dalam wilayah negara Indonesia, fatwa ulama tidak menjadikan seseorang yang melanggar dijatuhi denda atau dihukum kurungan. Yang patut menjadi pegangan adalah setiap perbuatan kejelekan akan mendapatkan dosa.

Termasuk pelanggaran HKI yaitu penggunaan program komputer ber-hak cipta secara ilegal (bajakan) atau yang sudah di-crack. Misalnya adalah penggunaan OS Windows bajakan, Corel Draw bajakan, dan lain sebagainya.

Tentu ini adalah hal yang mengecewakan karena saat ini sudah banyak program gratis yang kemampuannya setara dengan program berbayar. Untuk itu kami hanya menghimbau kepada pelanggar HKI (khususnya program komputer) untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Selengkapnya Fatwa MUI bisa dilihat di bawah ini.
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor:  1/MUNAS VII/MUI/5/2005

Tentang
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M., setelah
MENIMBANG:
a. bahwa dewasa ini pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah sampai pada tingkat sangat meresahkan, merugikan dan membahayakan banyak pihak, terutama pemegang hak, negara dan masyarakat;
b. bahwa terhadap pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) telah mengajukan permohonan fatwa kepada MUI;
c. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam mengenai HKI, untuk dijadikan pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.

MENGINGAT:
1.   Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain, antara lain:
“Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta seba-hagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah [2]: 188).

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS. al-Syu’ara [26]: 183).

“…kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah [2]: 279)

2.   Hadits-hadits Nabi berkenaan dengan harta kekayaan, antara lain:
“Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin), serahkan kepadaku” (H.R. Bukhari).

“Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu adalah haram (mulia, dilindungi)…” (H.R. al-Tirmizi).

“Rasulullah menyampaikan khutbah kepada kami; sabdanya: ‘Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…’’ (H.R. Ahmad).

3.     Hadis-hadis tentang larang berbuat zalim; antara lain:
Dalam hadis qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai para hamba-Ku! Sungguh Aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu sebagai hal yang diharamkan di antaramu; maka, janganlah kamu saling menzalimi…” (H.R. Muslim).

“Muslim adalah saudara muslim (yang lain); ia tidak boleh menzalimi dan menghinanya…” (H.R. Bukhari)

4.   Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya: “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (merugikan) orang lain.”

5.   Qawa’id fiqh:
“Bahaya (kerugian)  harus dihilangkan.”
“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat”.
“Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram.”
“Tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas (menggunakan) hak milik orang lain tanpa seizinnya.”

MEMPERHATIKAN:

1. Keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami nomor 43 (5/5) Mu’tamar V tahun 1409 H/1988 M tentang al-Huquq al-Ma’nawiyyah:

Pertama: Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang-mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad moderen hak-hak seperti itu mempunyai nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-hak seperti itu tidak boleh dilanggar.

Kedua: Pemilik hak-hak non-material seperti nama dagang, alamat dan mereknya, dan hak cipta  mempunyai kewenangan terhadap haknya itu, dan bisa ditransaksikan dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dari berbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material.Ketiga: Hak cipta, karang-mengarang dan hak cipta lainnya dilindungi oleh syara’. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak boleh dilanggar.

2. Pendapat ulama tentang HKI, antara lain:
“Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orsinal dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam)” (Dr. Fathi al-Duraini, Haqq al-Ibtikar fi al-Fiqh al-Islami al-Muqaran, [Bairut: Mu’assasah al-Risalah, 1984], h. 20).

Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satu hak cipta, Wahbah al-Zuhaili menegaskan:
“Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ [hukum Islam] atas dasar qaidah istishlah) tersebut, mencetak ulang atau men-copy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan Syara’ dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril yang menimpanya” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Bairut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998] juz 4, hl 2862).

Pengakuan ulama terhadap hak sebagai peninggalan yang diwarisi:
“Tirkah (harta peninggalan, harta pusaka) adalah harta atau hak.” (al-Sayyid al-Bakri, I’anah al-Thalibin, j. III, h. 223).

3. Penjelasan dari pihak MIAP yang diwakili oleh Saudara Ibrahim Senen dalam rapat Komisi Fatwa pada tanggal 26 Mei 2005.

4. Berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tentang HKI beserta seluruh peraturan-peraturan pelaksanaannya dan perubahan-perubahannya, termasuk namun tidak terbatas pada:

a. UU no. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
b. UU no. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
c. UU no. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri;
d. UU no. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
e. UU no. 14 tahun 2001 tentang Paten;
f. UU no. 15 tahun 2001 tentang Merek; dan
g. UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

5. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN: FATWA TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

Pertama: Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau  proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarnya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak yang Sah di mana Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memper-dagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara. Tujuan pengakuan hak ini oleh Negara adalah agar setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitas-kreativitasnya guna kepentingan masyarakat secara luas. ([1] Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, halaman 3 dan [2] Ahmad Fauzan, S.H., LL.M., Perlindungan HUkum Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, CV Yrama Widya, 2004, Halaman 5)

HKI meliputi:
1. Hak Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil permuliannya, untuk memberi persetu-juan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Pasal 1 Angka 2);

2. Hak Rahasia Dagang, yaitu hak atas informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Pemilik Rahasia Dagang berhak menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya dan/atau memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. (UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Pasal 1 Angka 1, 2 dan Pasal 4);

3. Hak Desain Industri, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 1 Angka 5);

4. Hak Desain Tata Letak Terpadu, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU NO. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Terpadu, Pasal 1 Angka 6);

5. Paten, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada penemu atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU NO. 14 tahun 2001 tentang Paten, Pasal 1 Angka 1);

6. Hak atas Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain yang menggunakannya. (UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, Pasal 3); dan

7. Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta).

Kedua: Ketentuan Hukum
1. Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal (kekayaan).

2. HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

3. HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial),  serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.

4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, mem-buat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.

Ditetapkan di :  Jakarta
Pada tanggal :  21 Jumadil Akhir 1426 H.
28 Juli 2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
Ketua, Ttd, K.H. MA’RUF AMIN
Sekretaris, Ttd, Drs. H. HASANUDIN, M.Ag

Pimpinan Sidang Pleno
Ketua, Ttd. Prof. Dr. H. UMAR SHIHAB
Sekretaris,Ttd. Prof. Dr. H.M. DIN SYAMSUDDIN
sumber: http://mui.or.id

2 comments:

Jangan lupa tinggalkan komentar :)